10 Fakta Gunung Slamet, Gunung Keramat yang Tak Pernah Meletus Dahsyat - Manusia Lembah

10 Fakta Gunung Slamet, Gunung Keramat yang Tak Pernah Meletus Dahsyat

Gunung Slamet terkenal sebagai gunung keramat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Tak hanya itu, gunung berapi di Jawa Tengah ini juga menjadi perhatian para pendaki karena menawarkan trek pendakian yang tak terlupakan. 

Bukan hanya menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan, Gunung Slamet juga menyimpan cerita menarik, khususnya adat budaya masyarakat di lereng gunung yang masih dilestarikan hingga sekarang. Tak heran gunung yang dikenal keramat ini tidak boleh didaki sembarangan. 

pendakian gunung slamet via bambangan
Gunung Slamet sangat terkenal di kalangan pendaki. Titlenya sebagai gunung tertinggi di Jawa Tengah telah mengundang banyak pendaki dari berbagai daerah untuk menggapai puncaknya. Tak hanya para pendaki, penggiat spiritual juga melakukan kegiatan tertentu yang pastinya membuat Gunung Slamet tetap dianggap keramat.  

Gunung Slamet bisa dicapai melalui empat jalur pendakian yang populer yaitu Bambangan, Baturaden, Kaliwadas dan Randudongkal. Namun, Gunung Slamet bukan tentang pendakian saja. Ada banyak fakta menarik seputar Gunung Slamet yang perlu diketahui, mulai dari budaya hingga misteri di dalamnya. 

Fakta Gunung Slamet

1. Gunung tertinggi ke - 2 di Jawa

Gunung Slamet dibagi menjadi empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten tegal di sebelah utara, Kabupaten Purbalingga di sebelah timur, Kabupaten Banyumas di sebelah Selatan dan Kabupaten Brebes di sebelah selatan dan Kabupaten Pemalang. Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi dan terbesar di Jawa tengah. 

Dengan ketinggian 3.428 mdpl, Gunung Slamet adalah gunung berapi tertinggi ke-2 di Jawa setelah Gunung Semeru. Puncak Gunung Slamet disebut Puncak Surono, berupa pasir dan kawah yang disebut segoro wedi. Kawah IV merupakan kawah terakhir yang masih aktif hingga sekarang. 

2. Diduga bernama asli Gunung Agung

sejarah gunung slamet

Dalam kisah Bujangga Manik, Gunung Slamet disebut sebagai Gunung Agung. Sedangkan dalam Babad Pasir, Gunung Slamet disebut sebagai Gunung Lanang. Jika Gunung Slamet adalah gunung jantan, maka perlu dicari pasanganya, seoerti Sindoro - Sumbing dan Merbabu - Merapi. 

Dataran Tinggi Dieng mungkin pasangan Gunung Slamet. Resi Markandya yang mendirikan Pura Besakih di Bali diceritakan pernah bertapa di Gunung Hyang (Dieng). Sepertinya, pasangan Slamet (Agung) dan Dataran Tinggi Dieng (Batur) juga ditemukan di Bali. Bahkan, nama Besakih yang berasal dari kata Basuki juga bermakna sama dengan kata Slamet. 

Gunung Agung Slamet sama dengan Gunung Agung-Pura Besakih. Gunung Slamet, Sungai Serayu dan Gada Rujakpolo (Gada Werkudara) menjadi lambang daerah Kabupaten Dati II Banyumas. Ketiganya melambangkan kejantanan (lingga) bagi daerah Banyumas yang mengaku satria. (Priyadi,2015:247)

3. Diyakini sebagai kunci Pulau Jawa

 

Menurut sebagian masyarakat Jawa, Gunung Slamet merupakan pusat dari Pulau Jawa, Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua bagian jika Gunung Slamet meletus. Penyebabnya mungkin karena timbulnya tekanan besar yang membentang dari utara ke selatan, disusul masuknya air laut hingga menyatu atau karena masing-masing wilayah di barat dan di timur bergeser saling menjauh.

Letak Gunung Slamet hampir tepat di tengah-tengah antara batas pantai utara dan pantai selatan, serta dikelilingi lima wilayah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Banyumas dan Purbalingga. Sedangkan wilayah yang tidak langsung adalah Kabupaten Cilacap dan Kota Tegal.

Jika dilihat di peta, akan membentuk suatu garis lurus yang akan membelah Pulau Jawa. Meski hanya sekedar mitos di kalangan masyarakat lereng Gunung Slamet, bisa dipastikan Pulau Jawa akan lumpuh jika Gunung Slamet meletus besar. Baca : Misteri Gunung Slamet dan Mitos Terbelahnya Pulau Jawa.


4. Dalam sejarah letusan, belum pernah meletus besar

letusan gunung slamet
Dalam bahasa Jawa, kata slamet memiliki arti selamat. Hal ini karena sejak jaman dahulu hingga sekarang, Gunung Slamet tidak pernah meletus besar. Masyarakat Bambangan meyakini bahwa Gunung Slamet tidak akan meletus parah. Mitosnya, jika Gunung Slamet sedang beraktifitas bisa diartikan hanya batuk-batu atau sekedar membuang nafas saja. 

Aktifitas yang terjadi pada April 2009 menjadi siklus 20 tahun Gunung Slamet kembali meletus. Dalam sejarah letusan yang tercatat, Gunung Slamet pernah meletus pada tahun 1988, 1969, 1953, 1932, berupa letusan abu dan lava yang tidak membahayakan. 

Kondisi Gunung Slamet tidak berbahaya karena karakter letusannya bertipe stromboli. Artinya, kawah Gunung Slamet seluas 12 Ha selalu menampung hasil letusan. Dengan kata lain, material yang dikeluarkan oleh letusan akan kembali jatuh di sekitar kawah atau badan gunung, sehingga badan gunung yang akan bertambah besar. Hal ini sudah dibuktikan sejak Gunung Slamet meletus pada tahun 1700-an hingga 2009. (Kepala Bidang Geologi Dinas energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Banyumas,2012). 

5. Banyak jalur pendakian, via Bambangan paling populer

pendakian gunung slamet via bambangan

Selama ini jalur pendakian Gunung Slamet yang paling populer adalah via Bambangan, karena merupakan salah satu trek terpendek dan terbilang ramah bagi pemula. Tentu ramahnya Slamet beda dengan gunung lain lho ya. Baca : 12 Jalur Pendakian Gunung Slamet, Pilih Jalur Favorit ke Atap Jawa Tengah.

Setidaknya masih ada 10 jalur pendakian Gunung Slamet, termasuk jalur lama dan jalur baru. Semua jalur pendakian ini tersebar di lima kabupaten, dan untuk jalur utara atau wilayah Pemalang, rata-rata jalur percabangan dan akan bertemu di satu titik jalur untuk ke Puncak Gunung Slamet.

Berikut beberapa jalur pendakian Gunung Slamet :
  • Jalur pendakian via Bambangan, Kabupaten Purbalingga.
  • Jalur pendakian via Gunung Malang, Kabupaten Pemalang.
  • Jalur pendakian via Dipajaya, Kabupaten Pemalang.
  • Jalur pendakian via Jurang Mangu, Kabupaten Pemalang.
  • Jalur pendakian via Penakir, Kabupaten Pemalang.
  • Jalur pendakian via Cemara Sakti, Kabupaten Pemalang.
  • Jalur pendakian via Baturaden, Kabupaten Banyumas.
  • Jalur pendakian via Guci, Tegal
  • Jalur pendakian via Sawangan, Kabupaten Tegal.
  • Jalur pendakian via Dukuh Liwung, Tegal. 
  • Jalur pendakian via Kaliwadas, Kabupaten Brebes.
  • Jalur pendakian via Kaligua, Kabupaten Brebes.
Beberapa jalur diatas memang ada yang resmi dan tidak resmi. Sebaiknya pendakian tetap menggunakan jalur resmi. Jika ingin mencoba jalur tidak resmi, bisa menggunakan jasa guide masyarakat setempat. 

6. Dipercaya sebagai gunung keramat

misteri gunung slamet

Gunung Slamet adalah tempat orang untuk meminta permohonan agar dikabulkan. Selain untuk pendakian, Gunung Slamet biasanya juga digunakan untuk tujuan khusus atau spiritual. Sehingga, siapapun yang akan melakukan pendakian sebaiknya melengkapi beberapa syarat seperti bunga, kemenyan dan didampingi juru kunci. 

Kini hal itu sudah tidak dilakukan lagi karena para pendaki biasanya sudah tahu beberapa kejadian aneh, tetapi tidak membahayakan jiwa mereka. Meski begitu, ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan para pendaki. 

Pantangan pendakian Gunung Slamet yang paling penting adalah jangan bicara sembarangan (jorok), berniat tidak baik dan bertingkah laku tidak sopan. Satu pantangan yang unik adalah tidak boleh mengeluh dan memegang lutut, karena dalam kepercayaan masyarakat setempat jika melakukan hal itu, maka tidak akan sampai ke puncak Gunung Slamet.

7. Mitos Mbah Jamur Dipa dan Mbah Rantasari

misteri gunung slamet

Makhluk halus yang dikenal masyarakat Bambangan adalah Mbah Jamur Dipa. Makhluk ini disebut dengan Dhanhyang alias bahurekso, karena ia menjaga dan menguasai suatu tempat tertentu, dalam hal ini Gunung Slamet. Makhluk ini dipercaya bersifat baik, suka menolong dan mau bersahabat dengan manusia. Mbah Jamur Dipa dipercaya masyarakat Bambangan dapat mengabulkan suatu permohonan. 

Menurut cerita berabad-abad yang lalu oleh sesepuh Dusun Bambangan, pendaki pertama yang melakukan pendakian ke Gunung Slamet adalah Mbah Jamur Dipa. Kemudian, dia melakukan semedi dan bertempat tinggal di Gunung Slamet. Sedangkan orang yang membuat jalan menuju puncak Gunung Slamet dari jalur Bambangan adalah juru kunci pertama yaitu Mbah Mertawitana.

Selain itu, di Dusun Bambangan juga ada makhluk halus yang dikenal oleh masyarakat Bambangan yaitu Mbah Rantasari, penunggu pohon besar tepat di jembatan jalan masuk Dusun Bambangan. Menurut cerita yang beredar, asal usul Mbah Rantasari adalah adanya kejadian yang menimpa anak kecil yang dirasuki makhluk halus bernama Mbah Rantasari. Anak yang tadinya diam tiba-tiba senang berdandan dan suka menggunakan baju warna hijau. 

8. Pos angker di jalur pendakian Bambangan

misteri gunung slamet

Jalur pendakian Gunnug Slamet via Bambangan memiliki 9 pos yang digunakan untuk tempat peristirahatan para pendaki. Beberapa diantaranya sudah dibangun pondok yang disediakan pendaki untuk bermalam. Nama pada masing-masing pos sudah ada sejak jaman dulu yang diambil dari nama tanaman atau keadaan di sekitarnya.

Mitos yang beredar di masyarakat Bambangan, ada tempat angker di Pos 2 - Pondok Walang dan Pos 9 - Plawangan. Mitos yang beredar yaitu 'jangan sekali-kali bermalam di Pos Pondok Walang', karena banyak yang bilang ada kejadian aneh di Pondok Walang. 

Sedangkan Plawangan adalah area masuk daerah puncak. Banyak yang menyebut tempat itu adalah pasar siluman. Selain itu, ada gua di Plawangan yang dinamakan Gua Slamet. Menurut masyarakat sekitar, apabila memasukkan tangan, ada yang mendapatkan keris, bunga dan cincin. 

Selain dua tempat itu, pos yang terkenal angker di kalangan pendaki adalah pos 4 - Sampyang Samarantu. Samarantu berasal dari kata 'samar' dan 'hantu'. Pos ini dinamakan Samarantu karena adanya hantu yang samar-samar akan menyerupai manusia ketika mengganggu para pendaki. Namun, area pos yang memiliki luas 2-3 Ha ini sebenarnya memang dipenuhi pohon samarantu. 

9. Pernah memakan korban jiwa

misteri gunung slamet

Dikenal indah dan juga mistis, Gunung Slamet juga pernah memakan korban jiwa. Pendaki yang meninggal di Gunung Slamet sebagian besar karena persiapan pendakian yang kurang dan tidak memperhatikan cuaca saat melakukan pendakian. Cuaca di Gunung Slamet pada bulan Januari dan Februari sangat ekstrim. Para pendaki disarankan tidak melakukan pendakian pada bulan tersebut.

Selama tahun 1975 - 1944 tercatat 17 orang meninggal di Gunung Slamet, 10 orang meninggal karena hujan salju pada Februari 1992. Tahun 2007 ada 20 lebih pendaki yang meninggal dan 25 pendaki hilang yang sampai sekarang belum ditemukan. Kejadian tersebut sering terjadi pada bulan Januari dan Februari. (Wilkipedia, 2012).

10. Selalu ada tradisi upacara ruwat bumi

upacara ruwat bumi gunung slamet

Masyarakat di lereng Gunung Slamet masih melakukan tradisi turun temurun hingga saat ini, yaitu upacara ruwat bumi. Tradisi yang dilakukan pada bulan Sura ini dilakukan untuk menghormati dan menghibur Sang Bahureksa Gunung Slamet dan mahkluk halus di Dusun Bambangan.

Upacara ini dilakukan mengikuti tanggal Jawa yang biasanya diadakan pada malam Selasa Kliron atau malam Jumat Kliwon. Kepercayaan ruwat bumi ini dilakukan untuk meminta pengharapan agar bumi tempat tinggal mereka diberikan kesehatan daan sebagai rasa syukur masyarakat atas keberkahan rejeki dan keselamatan lahir batin. 

Nah, itu adalah 10 fakta Gunung Slamet mulai dari geografis, jalur pendakian, mitos, misteri dan adat budaya masyarakat setempat. Gunung Slamet memang sedikit berbeda dengan gunung lain di tanah Jawa. Bukan hanya untuk tujuan wisata, hobi atau supranatural, Gunung Slamet seakan memberikan keselamatan bagi masyarakat di sekitarnya. 

Memang banyak yang ingin tahu tentang keindahan alam yang bisa dilihat dari puncak Gunung Slamet. Namun perlu diperhatikan bahwa harus tetap berhati-hati saat memasuki kawasan Gunung Salemt karena banyak yang meyakini gunung ini adalah gunung keramat yang harus dijaga kesakralannya. 

Reff :
Oktavianna Ariza, Nachdlenda. 2015. Biografi Warsito Juru Kunci Gunung Slamet : FKIP UMP.
Maria Astria, Rini. 2012. Mitos di Gunung SLamet di Dusun Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karang Reja, Kabupaten Purbalingga. S1 thesis. Universitas Negeri Yogyakarta.